Advertisement
Wisata Bulukumba -
Warisan Leluhur Bulukumba, Mata seakan tak mau terpejam menyaksikan keindahan alamnya. Dari pantai dan laut yang cantik, pegunungan dan bukit-bukit yang indah, hingga ladang dan hamparan sawah yang mempesona. Inilah perjalanan yang paling mengesankan. Kenapa saya bilang demikian? Karena ini pertama kalinya saya ke tanah leluhur suami, ayah kedua anak saya, di
Bulukumba, Sulawesi Selatan. Untuk menikmati perjalanan ini, kami sengaja naik kapal laut.
|
Warisan Leluhur Bulukumba |
Perjalanan di mulai dari Tanjung Priuk, Jakarta, ke Pelabuhan Makassar, Sulawesi Selatan. Perlu waktu dua hari tiga malam untuk bisa berlabuh di bumi Sultan Hasanuddin. Perjalanan yang sangat melelahkan. Tiba di pelabuhan, sudah menunggu mobil charteran yang sengaja dipesan. Masih ada 6 – 7 jam lagi perjalanan menuju lokasi akhir, Bulukumba. Tak banyak membuang waktu kami langsung meluncur.
Saat matahari tepat di atas kepala, kami beristirahat sejenak di Takalar untuk makan siang. Ikan bakar, udang goreng tepung, cumi- cumi, ikan pari yang semuanya berukuran jumbo sudah tersaji di meja makan. Selamat datang Makassar, semua serba ikan. Dimana- mana ikan, dan ikan disini di jamin masih segar. Ikan yang super gede itu membuat perut saya kenyang.
Di Takalar saya juga membeli buah tangan, jagung manis. Jagung rebus ini dihidangkan hangathangat dengan ditaburi bumbu garam yang sudah disediakan. Nikmat sekali. Beda dengan jagung yang ada di Pulau Jawa.
Perjalanan panjang antara Makassar dan Bulukumba, tidak ingin saya lewatkan begitu saja. Mata tetap terjaga, menikmati pemandangan yang sangat mengesankan. Kami menyusuri beberapa kabupaten di Sulawesi Selatan. Pertama Kabupaten Takalar, Gowa, Jeneponto, Bantaeng lalu Bulukumba. Setiap kabupaten menawarkan pemandangan yang menarik. Ladang-ladang yang subur, hamparan sawah menghijau, gunung dan bukit yang cantik, serta pantai yang sangat eksotis. Sungguh mengagumkan memandang pantai biru bersih yang berkilatkilat tertimpa sinar matahari, dan kapal-kapal layar yang berlabuh di pantai itu.
Jika lapar atau mengantuk, jangan khawatir. Disepanjang jalan dengan mudah kita bisa temukan warung, rumah makan, atau kafĂ© sederhana. Selain rumah makan yang menyediakan makanan khas Makassar atau Bugis seperti sop konro, cotto, es pisang ijo, banyak juga area peristirahatan yang menyediakan makanan umum seperti ayam goreng dan lain-lain. Jadi, urusan mengisi perut bukan hal yang susah. Uniknya, papan nama rumah makan yang kami jumpai kebanyakan menyebut asal kota pemiliknya. Misalnya ‘Rumah Makan Soppeng’, ‘Konro Pinrang’, ‘Ikan Bakar Mamuju’, dan lain sebagainya.
Akhirnya sampailah kami di Bulukumba. Biasa orang menyebutnya
Butta Panrita Loppi ( Butta = bumi, Panrita Loppi = Keahlian dalam merancang, merakit dan melayarkan Pinisi). Disinilah kapal layar Pinisi bermula. Hal ini juga yang menjadi kebanggaan masyarakat Bulukumba. Tepatnya di Tanjung Bira keahlian membuat Kapal Pinisi ini. Yang terkenal keahlian desain dan melayarkan Pinisi adalah orang Bira, keahlian mengukur dan merakit orang Ara, keahlian finishing (penghalusan) orang Lemo-lemo. Wisatawan diperbolehkan melihat pembuatan Kapal Pinisi, dan bisa membeli miniaturnya, yang banyak dijual sebagai oleh-oleh khas Tanjung Bira.
Tanjung Bira terkenal juga dengan pantainya yang indah dan eksotik. Hamparan pasir putih dan nyiur melambai, deburan ombak dan kuliner yang memanjakan lidah, membuat para wisatawan ingin kembali lagi kesana.
Jika
berkunjung ke Bulukumba jangan khawatir. Pembangunannya sudah cukup merata hingga ke pelosok desa. Jalan antar kecamatan ataupun antar desa cukup lancar.
Mata pencaharian utama penduduknya adalah nelayan dan bertani. Banyak sekali ikan disini. Setiap pagi nelayan yang baru pulang melaut, sibuk mengatur ikan yang akan dikirim ke beberapa daerah. Sepanjang jalan arah kota Bulukumba, berjejer tukang ikan segar. Selain ikan, padi dan rempah-rempah, disini juga terkenal dengan cengkeh. Setiap panen, petani cengkeh mendapatkan untung hingga puluhan juta rupiah. Disini juga terkenal sebagai penghasil rumput laut pembuat agaragar. Benar-benar daerah yang kaya. Hasil laut dan alam yang patut disyukuri oleh penduduknya.
Etnis Kajang Ada satu etnis di Bulukumba yaitu Kajang. Pemimpinnya disebut Amma Toa, berada di Kecamatan Bonto Bahari Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Letaknya kurang lebih 40 km sebelah timur Kota Bulukumba.
Keunikan budaya etnis Kajang sudah terdengar hingga ke seluruh penjuru dunia. Keunikan ini pula yang membuat Kajang dibanjiri wisatawan mancanegara setiap tahun.
Orang Kajang betul-betul memegang teguh kitab lontaranya, Pasangri Kajang. Kitab ini menyimpan pesan-pesan luhur, yakni penduduk Tana Toa harus senantiasa ingat kepada Tuhan. Lalu, harus memupuk rasa kekeluargaan dan saling memuliakan. Orang Kajang juga diajarkan untuk bertindak tegas, sabar, dan tawakal. Pasangri Kajang juga mengajak untuk taat pada aturan dan melaksanakan semua aturan itu sebaik-baiknya.
Pemuka adat Kajang menyentuhkan kakinya dengan besi panas untuk meyakinkan kejujurannya di kawasan adat Kajang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, Sabtu (23/10).
Masyarakat adat Kajang tinggal berkelompok dalam suatu area hutan yang luasnya sekitar 50 km. Mereka menjauhkan diri dari segala sesuatu yang berhubungan dengan hal-hal moderenisasi, kegiatan ekonomi dan pemerintahan Kabupaten Bulukumba. Mungkin disebabkan oleh hubungan masyarakat adat dengan lingkungan hutannya, yang selalu bersandar pada pandangan hidup adat yang mereka yakini.
Hitam merupakan warna adat yang sakral. Bila kita memasuki kawasan Amma Toa, pakaian kita harus berwarna hitam. Bagi masyarakat Amma Toa, warna hitam mempunyai makna sebagai bentuk persamaan dalam segala hal. Termasuk kesamaan dalam kesederhanaan. Tidak ada warna hitam yang lebih baik antara yang satu dengan yang lainnya. Semua hitam adalah sama. Warna hitam menunjukkan kekuatan, kesamaan derajat bagi setiap orang di depan sang pencipta. Kesamaan dalam bentuk wujud lahir, menyikapi keadaan lingkungan, utamanya kelestarian hutan yang harus dijaga keasliannnya sebagai sumber kehidupan.
Suku Kajang Dalam lebih teguh memegang adat dan tradisi moyang mereka dibanding penduduk Kajang Luar. Penduduk Kajang Luar tinggal di luar perkampungan. Rumah-rumah mereka panggung dan semuanya menghadap ke barat dan tertata rapi. Khususnya yang berada di Dusun Benteng, tempat rumah Amma Toa berada. Tampak beberapa rumah berjejer dari utara ke selatan. Di depan barisan rumah terdapat pagar batu kali setinggi satu meter.
Bahasa yang mereka gunakan
Bugis Konjo kental, lebih halus dibandingkan dengan bahasa Bugis Makassar. Dulu Bulukumba merupakan daerah kerajaan. Rajanya yang terkenal adalah Sultan Andi Daeng Radja, yang sekarang diabadikan menjadi nama jalan dan nama Rumah sakit Umum Daerah Bulukumba
Sumber :
Keindahan Alam Bulukumba, Sulawesi Selatan yati-arruhuljadid.blogspot.com
Advertisement