Wisata Bulukumba - Kasuso, Surga Yang Terlupakan Kasuso adalah sebuah nama kampung tua yang terletak di dalam wilayah administrasi Desa Darubiah, Kecamatan Bonto Bahari, Kabupaten Bulukumba. Dari kota Bulukumba, berjarak sekitar 33 kilometer. Tak ada catatan sejarah mengenai awal muasal kampung tersebut. Namun, di kampung tersebut mayoritas adalah masyarakat yang berbahasa Konjo dengan dialek yang khas. Kisah singkat hanya disampaikan oleh seorang warga Kampung Kasuso, Andi Baso, bahwa sejarah penamaan kampung Kasuso diduga karena di kampung tersebut banyak Suso (sejenis siput/birI-biri laut).
Untuk mencapai kampung tersebut, tidaklah sulit. Ketika anda ingin mengunjungi kawasan wisata pantai pasir putih Bira, pastinya anda akan melewati jalan masuk ke kampung ini tepatnya, dari arah kota Bulukumba menuju Bira, setelah anda melewati penurunan panjang (daerah Lahongka), anda akan menemukan pertigaan jalan. Di pertigaan tersebutlah, anda berbelok ke kiri. 4 kilometer dari pertigaan tersebutlah Kampung Kasuso terletak.
Kampung ini memang kurang populis bahkan oleh masyarakat Bulukumba. Sebab, letaknya memang terkesan tersembunyi di dalam lubang. Untuk mencapai kampung ini, kita harus melewati jalanan menurun yang panjangnya kurang lebih 1 kilometer. Setelah melewati pertigaan di jalan utama, saat menuju kampung Kasuso, biasanya, hingga kini, kita masih biasa menemukan hewan-hewan unik dan langka seperti, burung-burung yang cantik, babi hutan dan bahkan monyet-monyet yang bergelantungan di pohon-pohon di sisi jalan menuju kampung tersebut.
Kasuso adalah surga yang terlupakan. itulah kesan Tim Sisi Lain (TSL) Radar Bulukumba saat mengunjungi kampung tersebut beberapa waktu lalu. Betapa tidak, pantainya yang berpasir putih halus, tidak kalah dengan pasir di Pantai Pasir Putih Bira. Bahkan, Eksotisme kampung tersebut sangat mengesankan. rumah-rumah penduduk tertata dengan rapi dengan lorong-lorong yang juga apik dan bersih. Penduduk yang ditemui TSL di sepanjang jalan pun tampak ramah dan penuh senyum kemesraan.
Mulai pagi hingga sore hari di kampung tersebut, kita masih akan menemukan ibu-ibu rumah tangga atau kaum hawanya sibuk menenung kain di kolong rumah menenun sarung sutera dengan berbagai corak. Ketika TSL menanyaan kepada beberapa penenun sarung tentang pemasarannya, mereka menjelaskan bahwa biasanya sarung mereka dipasarkan di luar kasuso bahkan luar wilayah Sulawesi Selatan dengan dibawa oleh pedagang-pedagang atau pelaut yang berlabuh di kampung tersebut.
Sementara itu, kaum lelaki kampung Kasuso umumnya adalah nelayan atau pelaut yang mengarungi lautan di seluruh Indonesia. Sangat sedikit yang tinggal di kampung tersebut. Selebihnya adalah pedagang-pedagang lokal. Itulah yang membuat kampung Kasuso, keramaiannya, tidak menentu. "biasanya ramai hanya saat musim barat (ombak dan angin besar) serta hari-hari raya," kata seorang tokoh pemuda Kasuso, Andi Baso.
Dari informasi yang dihimpun TSL, Sejak lama, Kasuso juga dikenal sebagai kampung pesisir Bulukumba yang masyarakatnya menjadi nelayan ikan terbang (juku' Tuing-Tuing). ikan tersebut menjadi tangkapan yang disenangi masyarakat karena telur ikan tersebut juga sangat mahal. Hanya saja, kini, ikan tersebut sudah mulai sulit didapatkan.
Dari kunjungan TSL di kasuso juga menyaksikan kalau Kasuso memang Eksotik karena dia diapit oleh tiga sisi bukit karang yakni di sisi kiri, kanan dan belakang kampung tersebut. Olehnya, keindahan Sunrise (matahari terbit), sangat memukau karena, dari Kasuso kita bisa menyaksikan matahari pagi yang hangat.
Panjang pantai berpasir putih di Kasuso mencapai 1 kilometer. sementara di sepanjang pantai tersebut tertambat atau berlabuh perahu-perahu warga Kasuso. Bukan hanya perahu nelayan, akan tetapi berlabuh pula perahu-perahu yang digunakan oleh warga Kasuso untuk berlayar ke daerah Sumatera, Maluku ataupun wilayah Pulau Jawa dan Sulawesi Tenggara.
Hal lain yang menarik dari Kampung Kasuso dan menambah eksotismenya adalah terdapatnya sebuah batu yang menyerupai payung raksasa yang berdiri kokoh di dalam laut. Batu tersebut disebut dengan Batu Taha (Batu berpohon, red) yang dikeramatkan oleh warga Kasuso. Batu Taha dianggap juga sebagai simbol kampung tersebut. Bagi pengunjung yang mendatangi Kasuso, tak lengkap rasanya, katanya, jika tidak berfoto dengan latar batu tersebut.
Sementara itu, sekitar dua ratus meter dari batu tersebut, ke arah timur, terdapat sebuah mata air tawar yang terletak tepat di bibir pantai, yang airnya hanya bisa diambil saat air surut sebab, jika air pasang, mata air tawar tersebut bersambung dengan laut.
Menurut Andi Baso, eksotisme Kasuso sebenarnya adalah sebuah potensi yang baik untuk mengembangkan daerah tersebut sebagai salah satu tujuan wisata alternatif selain Pantai Pasir Putih. Jika daerah tersebut diekspose dan dikembangkan, maka secara otomatis pemuda di kampung tersebut akan termotivasi untuk mengembangkan diri mereka sehingga mereka tertarik untuk melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang yang lebih tinggi, bukannya menjadi perantau setelah tamat sekolah dasar atau sekolah menengah. Jika generasinya bisa sekolah lebih baik maka, kelak mereka pasti akan berupaya untuk mengembangkan Kasuso secara mandiri. "Pemerintah harus mengembangkan kasuso, dengan begitu, generasinya bisa termotivasi untuk sekolah. Dengan jalan itulah Kasuso sebagai surga yang eksotik tidak lagi menjadi surga yang terlupakan," harapnya.
Source : Radar Bulukumba