Advertisement
Menelusuri Jejak Wisata Pantai Bulukumba Dari atas ketinggian, kami terpukau menyaksikan keindahan di bawah sana. Hamparan laut biru dengan beberapa perahu nelayan yang sedang tertambat, dan burung-burung camar yang sesekali menukik mengintai ikan-ikan yang lengah untuk di mangsa. Matahari sedang berada di puncak ketinggian. Cahayanya membuat air laut tampak berkilau-kilau. Saya merasa seperti menyaksikan sebuah lukisan maha karya atas sebuah
keindahan alam.
|
Pantai Samboang |
Di hadapan kami, di bawah kaki tebing sana adalah pantai Kasuso, salah satu pantai di kecamatan Bontobahari, kabupaten Bulukumba. Di sepanjang kiri-kanan jalan adalah hutan dengan jurang terjal. Beberapa ekor monyet bermain-main di atas pohon, berayun-ayun dari dahan satu ke dahan lainnya. Dusun Kasuso adalah salah satu daerah yang masih menjadi habitat nyaman bagi monyet. Di sini, hutan masih sangat asri dan tidak pernah mendapat gangguan manusia.
Untuk mencapai pantai, kami harus melewati jalanan menurun yang curam. Jalanan sempit dan licin. Meskipun beraspal mulus, kami tetap harus berjalan dengan sangat hati-hati jika tidak ingin terpeleset dan jatuh ke jurang yang ada di sisi jalan. Setelah berjalan sekitar 1 kilometer, kami akhirnya tiba di kompleks perumahan penduduk Kasuso. Pantai yang kami saksikan dari atas tadi tepat berada di belakang rumah-rumah penduduk yang berderet rapi di sepanjang garis pantai. Pantai dengan pasir putih lembut seolah adalah halaman belakang rumah-rumah penduduk.
Salah seorang penduduk yang kami temui, Yanti (30 tahun) menunjukkan kami jalan menuju pantai. Kami menyusup ke sela-sela rumah penduduk yang berdiri sangat rapat satu sama lain. “Kalau pagi pemandangan di sana jauh lebih cantik,” kata Yanti. Di sini, kami akhirnya bisa menyaksikan dari dekat keindahan pantai yang awalnya kami saksikan dari atas ketinggian.
Saat mulai menjejakkan kaki di
pantai, saya merasakan pasir yang sangat lembut. Saat berjalan, kaki kami terperosok ke dalam pasir hingga pergelangan kaki. Warnanya putih bersih tanpa noda. Kami sama sekali tidak menemukan sampah plastik bekas pembungkus makanan berserakan. Hanya ada helai-helai daun kering yang jatuh dari pepohonan yang tumbuh di sekitar pantai.
Kami menceburkan diri ke dalam air di bawah tebing. Air terasa hangat dan sangat jernih. Kami dapat menyaksikan batu-baru kecil dan pasir di dasar laut. Meski matahari sedang terik, kami tidak merasa kepanasan karena atap batu di atas kami. Tak ada siapa-siapa di pantai ini kecuali saya dan 3 orang teman saya yang datang khusus dari Makassar untuk menikmati wisata pantai di Bulukumba. Pantai ini seolah menjadi milik kami. Anak-anak kecil yang bermain di bawah pohon di belakang perumahan penduduk hanya memandangi kami dari jauh.
Setelah puas berendam, kami berpindah ke ujung pantai lainnya, di sisi kanan bibir pantai. Di bagian ini garis tebing yang menjorok ke laut lebih panjang. Bongkahan-bongkahan batu besar di sisi tebing lebih banyak. Di hadapan kami teradapat sebuah atol berbentuk pohon. Konon, ketika air laut surut, orang-orang bisa berjalan ke sana dan bermain-main di bawahnya.
|
Pantai Kasuso |
Kami pulang setelah kelelahan berenang menjelang sore. Yanti menunggui kami di pinggir jalan. Ia menawarkan kami untuk datang lagi. Ia berjanji akan menyiapkan ikan untuk kami. “Kalau main-main di pantai bagus sambil bakar-bakar ikan,” katanya. Tidak sulit mencari ikan di sini. Semua penduduk bekerja sebagai nelayan. Kami berjanji untuk menghubunginya jika berniat datang lagi.
Berbicara mengenai wisata pantai, Bulukumba memang salah satu daerah terkenal karena keindahan pantai Tanjung Bira. Namun saya yakin belum banyak yang tahu jika di daerah ini banyak pantai lain yang tak kalah indah. Pantai Kasuso salah satu contohnya. Saya sendiri menilai pantai Kasuso sebagai pantai yang paling indah di Bulukumba, berdasarkan pengalaman berkunjung ke beberapa pantai lainnya. Menurut saya, pantai ini bahkan jauh lebih indah dari Tanjung Bira.
Sayangnya, tempat ini belum banyak dikenal orang. Yanti mengatakan hanya sesekali ada yang datang ke sini. “Kadang ada beberapa turis asing yang datang, tapi jarang,” katanya. Pantai Kasuso tidak pernah menjadi daerah kunjungan utama bagi wisatawan yang datang ke Bulukumba. Bagaimana pun, Tanjung Bira tetap menjadi favorit mereka sejauh ini.
Ada beberapa perbedaan antara pantai Kasuso dan Tanjung Bira yang menjadi kelebihan di pantai ini. Garis pantai yang lebih pendek misalnya, hamparan pasir putih dengan butiran yang lebih lembut dan pepohonan lebat di belakang pantai serta di atas ketinggian tebing membuat cuaca tidak terlalu panas. Di kedua ujung pantai, atap-atap batu dari kaki tebing yang menjorok ke laut menambah keindahannya. Di bawah tebing, tepat di garis batas air laut, berderet bongkahan-bongkahan batu besar yang membuat lingkungan pantai semakin cantik.
|
Pantai Tanjung Bira |
Pantai yang eksotis memang telah menjadi aset utama bagi
Bulukumba di bidang pariwisata. Sejumlah pantai dengan hamparan pasir putih dapat kita saksikan di sepanjang garis pantai di daerah ini. Sayang sekali pengelolaannya belum maksimal. Selama ini yang menjadi kebanggan di Bulukumba hanya pantai Tanjung Bira.
Padahal, setidaknya ada 5 pantai eksotis di daerah ini yang bisa dikelola menjadi objek wisata. Selain Kasuso dan
Tanjung Bira, beberapa pantai yang kami kunjungi adalah pantai Bara, Samboang dan Mandala Ria.
Di antara kesemua pantai tersebut, hanya Tanjung Bira yang telah dikelola secara optimal. Padahal, jika semuanya dikelola, tentu saja bisa menyumbang pendapatan daerah yang tidak sedikit, dan akan membawa Bulukumba menjadi daerah wisata yang maju. Bahkan saya yakin bisa sejajar dengan Bali. Bukankah Bali juga terkenal karena wisata pantainya?
Dalam perbincangan saya dengan Bupati Bulukumba, Zainuddin Hasan Senin (02/04) lalu, ia sempat menyatakan keinginannya membangun bandar udara di Bulukumba. Pembangunan bandara dimaksudkan untuk memperlancar akses
wisatawan ke Bulukumba. Menurut beliau, ada pihak swasta yang siap berinvestasi untuk pembangunan bandara tersebut. Zainuddin sadar akan kekayaan aset Bulukumba di bidang pariwisata. “Sumber daya alam bisa habis sewaktu-waktu. Tapi pariwisata tidak akan habis sampai kapan pun,” katanya kepada saya.
Saya berkata bahwa ide tersebut sangat cemerlang. “Kalau
objek wisata di Bulukumba dikembangkan, kita bisa menyaingi Bali,” kata saya. Beliau mengiyakan. Hanya saja, sebenarnya hal terpenting adalah promosi yang mesti digalakkan oleh Pemerintah. Pembangunan bandara tidak akan berarti jika orang-orang di luar daerah atau pun di luar negeri tidak tahu untuk apa harus datang ke Bulukumba, terutama bagi mereka yang belum tahu potensi wisata di daerah ini.
Menurut hemat saya, Pemerintah Daerah khususnya
Dinas Pariwisata Bulukumba perlu sebuah metode promosi yang jitu untuk memperkenalkan wisata pantai Bulukumba kepada khalayak, di luar daerah bahkan di luar negeri. Bulukumba belum menjadi tujuan utama bagi wisatawan mancanegara. Namun bagaimana pun, Pemda tidak bisa bekerja sendirian. Perlu dukungan Pemrov, dalam hal ini Dinas Pariwisata Sulsel untuk membantu melakukan promosi ke luar. Apalagi, Dinas Pariwisata Sulsel tentu memiliki jaringan yang lebih kuat.
Dinas Pariwisata Sulsel telah memasukkan Bulukumba sebagai salah satu daerah kunjungan wisata dalam program Visit South Sulawesi 2012. Namun yang harus dipikirkan adalah hal apa yang bisa dibuat di daerah ini untuk mendukung program tersebut. Jaminan apa yang bisa diberikan kepada wisatawan agar kunjungan mereka ke Bulukumba tidak mengecewakan.
Untuk mengembangkan wisata pantai misalnya, Pemda harus menyiapkan fasilitas memadai seperti akses transportasi, perbaikan infrastruktur jalan dan rumah-rumah penginapan dengan harga terjangkau. Sejauh ini, fasilitas yang lengkap hanya tersedia di Tanjung Bira, sementara pantai lain belum. Yang juga tidak bisa dikesampingkan adalah bagaimana menjaga kebersihan pantai. Jika perlu, Pemda harus menyiapkan tim kebersihan khusus sebagai pengawas di lokasi wisata. Dengan demikian, pengunjung akan merasa nyaman.
Hal lain adalah bagaimana Pemda bisa menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas untuk mengelola wisata pantai. Dalam hal ini, Pemda bisa memanfaatkan SDM dari kalangan masyarakat sekitar untuk memberi mereka lapangan kerja. Menurut hemat saya, pengelola yang berasal dari masyarakat sekitar akan memiliki rasa kepemilikan yang lebih tinggi. Dengan demikian mereka akan lebih mencintai aset yang ada di daerah mereka dan akan mendorong mereka untuk menjaga kelestariannya.
Di samping itu, beberapa hal yang bisa dilakukan adalah mengembangkan industri kerajinan tangan sebagai salah satu ciri khas di daerah ini. Contohnya adalah kerajinan kain tenun dan anyam-anyaman. Ada beberapa daerah di Bulukumba yang punya kain tenunan khas. Di antaranya tenunan kain hitam di Kajang dan lipa’ sabbe di desa Ara yang jaraknya tidak seberapa jauh dari Tanjung Bira. Semua harus bersinergi dan saling mendukung, dengan tetap menjadikan eksotisme pantai sebagai objek wisata utama.
Dalam mengembangkan
pariwisata di Bulukumba, Pemerintah bisa mencontoh Bali. Yang patut diingat, di sana banyak hal lain yang mampu menarik perhatian turis untuk selalu datang. Bukan hanya keindahan pantai, namun juga wisata budaya yang digalakkan. Bulukumba juga kaya akan budaya. Kenapa kita tidak bisa mendapatkan hal yang sama dengan apa yang didapatkan oleh Bali?
Tulisan ini dibuat berdasarkan pengalaman
menelusuri objek-objek wisata pantai di Bulukumba. Foto-foto adalah koleksi pribadi
dunianies yang diambil di tempat-tempat yang dikunjungi
Advertisement